Senin, 09 Oktober 2017

Pilihan Hidup


Setiap orang punya pilihan hidup masing-masing. Dan setiap orang seharusnya tau konsekuensi atas pilihan hidup yang mereka ambil. 

Di era milenial seperti ini, kebebasan berbicara bukan hal tabu lagi. Setiap orang semakin mudah mengungkapkan pendapatnya, sayangnya tak dibarengi dengan etika yang baik, dan berakhir dengan sebuah "judgment" atau "hate speech", tapi yang semakin menyedihkan tak banyak yang sadar bahwa setiap kata yang mereka keluarkan bisa menyakiti hati orang lain.

 Aku termasuk yang cuek sama pendapat orang. Cuek di sini bukan sama sekali ga mendengarkan alias masuk telinga kanan keluar telinga kiri. Tapi yang ga mau terlalu ambil pusing. Kalau komentar orang negatif tentang aku, berarti saatnya introspeksi. Dan kalau sebaliknya, ya berusaha untuk ga terlalu jumawa.

Tapi makin ke sini komentar-komentar orang tentang aku lumayan bikin aku kepikiran, bahkan terkadang bikin sakit hati. Dan di antara komentar-komentar tersebut, rata-rata isi komentarnya mengenai kehidupan pribadiku, pilihan hidup aku, dan jalan hidup yang aku ambil.

Mungkin niat mereka baik, mau mengingatkan. Sayangnya, apa yang mereka ingatkan itu adalah sesuatu yang menurut mereka baik versi mereka, tapi belum tentu baik juga versi orang lain. Karena versi "baik" setiap orang berbeda-beda.

Entah berapa sering aku dapet wejangan untuk menyegerakan menikah, ga usahlah pilih-pilih, ga perlulah rewel soal jodoh.

"Inget lho, kamu udah 25."

"Jangan kebanyakan main, nanti lupa nikah."

"Jangan sampai kamu kaya si Fulanah."

"Mau yang gimana sih, ga ada manusia yang sempurna?"

... dan masih banyak komentar-komentar lainnya. Awalnya masih berusaha sabar, tapi lama-lama jengah juga. Seolah setiap orang punya tujuan hidup yang sama, seolah semua orang punya standar "hidup benar" yang sama.

Lalu...

Apakah harus sempurna dulu untuk bisa memiliki kesempatan memilih siapa yang mau kita nikahi, kita jadikan teman hidup, dunia akhirat??

Lalu kalau ke depannya terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, siapa yang akan bertanggung jawab??

Lalu 

Lalu

Lalu...

Belum lagi komentar-komentar soal rencana hidupku ke depan. Huuffttt... masih rencana pun udah banyak dipertanyakan.

"Turfa, yakin mau kuliah lagi?"

"Habis itu mau jadi apa?"

"Yakin mau jadi ibu rumah tangga kalau suami kamu ga ngizinin kerja, terus buat apa S2?"

Kalau yakin, terus gimana?

Era di mana setiap perbedaan harus dipertanyakan. Seorang yang memilih menjadi wanita karir, diserang habis-habisan oleh para Ibu-Ibu Rumah Tangga. Sebaliknya para Ibu-ibu Rumah Tangga dipandang rendahan oleh para wanita karir.

Nikah muda dicemooh. Kuliah tinggi sebelum menikah dibilang ga sadar umur. Mengejar karir sebelum menikah dibilang serakah. Mengejar karir setelah menikah dibilang ga sayang keluarga.

Padahal mereka memilih jalan hidup tersebut bukan tanpa alasan. Ada banyak pertimbangan di baliknya. Ada skala prioritas yang harus dipikirkan matang-matang. Ada struggle yang mungkin ga pernah mereka ceritakan pada siapa pun.
 
Stop, untuk gampang men-judjge orang. Kurangi menilai baik buruknya orang disesuaikan dengan versi kita sendiri.  Apalagi kalau kita ga kenal-kenal banget orangnya, apalagi yang kita lihat hanya sebatas kehidupan di sosial medianya.

Hargai setiap pilihan hidup orang. Belajar untuk menerima setiap perbedaan :)



*note to myself

1 komentar: